Benang Merah
  Wacana
 

 Aset Kota Batu Di Jakarta, Sudah Tepatkah?

Batu, Polemik pembelian aset berupa rumah di Jakarta oleh Pemkot Batu seakan tak kunjung usai. Kasus yang mulai mencuat sejak tahun 2005 hingga sekarang ini masih meninggalkan beberapa perdebatan yang belum terselesaikan. Rumah yang dibeli dengan menggunakan dana APBD dari pos Dinas Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) tahun 2004 seharga Rp. 2 Milyar ini ditengarai oleh beberapa pihak telah menyalahi aturan.

Dugaan tersebut tentu saja ditepis oleh Pemkot Batu, Walikota Batu Drs. Imam Kabul MSi, MHum saat di tanya mengenai masalah ini menjelaskan bahwa proses pengadaan aset tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku dan telah mendapat persetujuan dari DPRD.

Dalam penjelasannya, Walikota Batu mengatakan bahwa saat ini asset tersebut telah masuk dalam daftar asset Pemkot Batu dan sudah tidak ada masalah lagi, “Rumah di Jakarta memang kita beli untuk tempat menginapnya orang Batu yang datang ke Jakarta, waktu itu kan banyak acara di Jakarta baik dari DPRD, Dinas, maupun masyarakat Kota Batu yang datang ke Jakarta kita sediakan tempat untuk menginap, kan bisa ngirit,” terang Imam Kabul

Pendapat Walikota Batu tersebut dipertegas oleh anggota dewan dari fraksi Partai Golkar, Harijono Mc, SPd, menurutnya pembelian rumah di Cibubur Indah II Blok J No. 6 RT.008/RW.07 Kelurahan Kelapa Dua Wetan Kec. Ciracas-Jaktim tersebut telah mendapat persetujuan dewan dan saat ini telah masuk kedalam daftar asset Pemkot Batu, “Pembelian rumah di Jakarta itu memang telah mendapat persetujuan dewan, dan statusnya sekarang sudah termasuk sebagai asset daerah,” tegas Harijono.

Sementara itu beberapa kalangan masyarakat baik dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), paguyuban masyarakat Kota Batu, bahkan dari beberapa tokoh masyarakat juga mempertanyakan efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai asset tersebut. Mereka menganggap bahwa dalam pembelian rumah yang menjadi asset Pemkot Batu saat itu tidak berpedoman pada asas transparansi dan kepastian hukum.

Salah satu kalangan yang berani menyuarakan kejelasan asset tersebut diantaranya adalah LSM “Wong Indonesia” dan Paguyuban “Wong Tani Batu” yang diketuai oleh Agus Santoso atau yang biasa dipanggil Agus “Pecel”. Menurutnya, dari awal pembelian asset tersebut sampai kasus tersebut mencuat di masyarakat, Pemerintah Kota Batu tidak mematuhi aturan yang berlaku.

“Dari awal pembelian rumah di Cibubur Jakarta tersebut, Pemkot Batu tidak menerapkan aturan-aturan yang terdapat dalam Kepres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/ jasa Pemerintah, yang saat ini telah di perbaharui dengan PP No. 6 Tahun 2006 dan Perpres No. 8 Tahun 2006. Disana diterangkan bahwa setiap pengadaan barang/jasa yang nilainya diatas Rp. 50 Juta harus diajukan lewat tender terbuka, nah ini yang tidak dilakukan oleh Pemkot Batu saat itu,” terang Agus.

Disamping itu Agus juga mempertanyakan efisiensi dan keterbukaan pihak pemkot Batu terhadap keberadaan asset tersebut terhadap masyarakat Batu, “Sekarang apa keuntungan masyarakat Kota Batu khususnya masyarakat biasa dengan adanya rumah di Jakarta tersebut, tidak ada ! masyarakat mana yang dapat menikmati fasilitas tersebut, lha wong masyarakat Batu sendiri banyak yang tidak tahu kalau pemerintah mereka punya asset rumah di Jakarta, iya kan,” Tanya Agus.

Sementara itu, ditinjau dari Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Perpres No. 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Kepres No. 80/2003, terdapat beberapa permasalahan yang dapat ditimbulkan dari pembelian aset tersebut, sehingga hal inilah yang menjadi dasar serta sorotan masyarakat saat ini dalam menyikapi asset tersebut.

Dalam PP No. 6 Tahun 2006 Bab I Ketentuan Umum pasal 3 ayat 1 diterangkan bahwa Pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai, namun asas-asas tersebut dinilai oleh mereka tidak digunakan dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, hal inilah yang akhirnya menjadikan polemik.

Ketentuan lain yang juga dijadikan acuan mereka dalam proses pembelian rumah tersebut adalah ketentuan yang terdapat dalam Perpres No.8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Kepres No. 80/2003 pasal 10 dan 20A. Dalam pasal-pasal tersebut diterangkan bahwa Panitia pengadaan wajib dibentuk untuk semua pengadaan diatas Rp. 50 juta, dan untuk pengadaan dengan metode pelelangan umum/terbatas yang bernilai diatas Rp. 1 milyar harus diumumkan pada surat kabar nasional dan provinsi di lokasi kegiatan bersangkutan.

Sebagian fakta-fakta inilah yang akhirnya menjadikan dasar dan menguatkan dugaan beberapa pihak bahwa memang ada yang kurang beres dalam pembelian rumah seharga Rp 2 milyar di Jakarta yang menurut eksekutif dan legislatif saat ini sudah menjadi salah satu asset Pemkot Batu.(jak)


 
 
  4683 visitors (10663 hits)  
  PERINGATAN! Semua karya tulis dan artikel ini merupakan hasil karya ACHMAD MUZAKI. Dilarang mengutip, mengambil sebagian atau keseluruhan karya tulis atau artikel tanpa seijin penulis. Karya tulis ini dilindungi oleh Undang-Undang Pers This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free